“Ya, sudah. Cukuplah sudah kita punya presiden yang tak pernah miskin.
Bicara peduli wong cilik-wong cilik tapi program kerja negara dari tahun ke
tahun peduli wong kayo melulu.” Kata pak Nowan, yang paling cerdas diantara
para pemulung itu.
”Jadi menurut pak nowan, gimana, toh?” Si Ipul si pengamen penasaran
bertanya.
”Jumlah kita wong miskin di negeri ini 35 juta orang. Itu yang sudah bisa
memilih di pemilu kira-kira 20-25 juta orang. Itu di parlemen bisa dapat
minimal 40-50 perwakilan. Dengan menguasai 10% parlemen kita bisa atur
anggaran negara yang selama ini menguntungkan wong kayo untuk berorientasi
ke wong miskin..”Kata pak Nowan semangat, disambut tepuk tangan
teman-temannya sesama pemulung pengamen, anak jalanan, pedagang asongan.
Pengemis, tukang bakso, tukang parkir dan satpam pasar.
Akhirnya di 17 Agustus 2012, di sebuah kampung kumuh pinggiran ibu kota,
partai besar itu berdiri : PARTAI MISKIN! Seorang notaris yang bapaknya dulu
petani miskin, secara sukarela mencatatkan nama partai itu, lalu 7 hari
kemudian diuruskan ke Kementrian Hukum negeri Opini.
”Ada-ada saja nih orang-orang. PARTAI MISKIN? Hahahahahaha. Berapa anggota
partai anda?” tersenyum sinis si petugas menerima pendaftaran.
” 53 juta orang diseluruh propinsi, seluruh kabupaten, seluruh kecamatan,
seluruh desa!” Jawab pak nowan mantap.
Bukan hanya si petugas Kementerian Hukum yang terbelalak, segera setelah
pencatatan itu dan dilakukan verifikasi, maka memang partai itu benar-benar
punya kepengurusan di semua desa/kelurahan seluruh negeri. Semua rakyat yang
masih merasa kurang makan, sandang dan perumahan mendaftar ke partai
pimpinan pak Nowan ini. Dan ada 53 juta yang menyatakan siap mengubah negeri
opini di 2014 menjadi negeri yang berpikir secara orang miskin.
Cara penyampaian informasinya pun tidak perlu muluk-muluk dan mahal. Dari
mulut-ke mulut ide partai disampaikan, antar propinsi pakai surat, sms atau
email. Lalu dengan uang iuran yang Cuma seribu per anggota, didapat modal
awal 53 milyar. Ini digunakan untuk melengkapi perlengkapan partai dan biaya
konsolidasi pengurus yang jalan ke sana-sini naik bus umum, becak, ojek,
tetapi kalau mau ke pulau lain tetap harus naik pesawat.
Di 17 agustus tahun 2013, Partai Miskin makin menakutkan bagi partai-partai
lama, karena semua kota, semua desa ada rumah yang memasang lambang partai
miskin, yaitu baju compang-camping. 3 lembaga survey di negeri opini
menunjukkan, kalau pemilu diadakan saat itu maka suara untuk Partai Miskin
berkisar antara 32-35%. Dan ini semakin mengejutkan karena orang-orang kelas
menengah yang kebanyakan golput di pemilu sebelumnya, lebih memutuskan
memilih partai miskin daripada golput.
”Saya senang dengan slogan dan program serta visi dan misi partai ini: Mari
membangun negeri opini dengan pola pikir orang miskin. Pilihlah pemimpin
yang pernah miskin. Jangan pilih orang kaya yang ngaku peduli orang miskin.”
kata Indri, mahasiswi simpatisan Partai Miskin.
Dan akhirnya, tahun 2014, Juli pun tiba. Pemilu negeri opini pun akan
dilakukan. Partai penguasa yang putus asa, karena orang miskin yang selama
ini biasa disogok dengan sembako mulai cerdas, sembako diterima, tetapi
tetap milihnya mau Partai Miskin. Akhirnya diaturlah bagaimana supaya
kebanyakan orang miskin ini tidak dapat undangan atau tak terdata, seperti
yang mereka lakukan selama ini dan memang mempengaruhi hasil pemilu, karena
diduga sekirat 5 jutaan mata pilih orang miskin tak dapat undangan pemilu.
Tetapi dimanipulasi sedemikian rupa pun, Partai Miskin tetap menang dengan
perolehan 65 juta suara dari 183 juta mata pilih, sekitar 36% kursi
parlemen. Dan mereka menduduki 178 kursi dari 500 parlemen.
Oktober 2014, Pada saat pemilihan presiden, Pak Nowan diusulkan Partai
Miskin jadi presiden, tapi dia menolak.
”Tujuan Partai Miskin didirikan tidak muluk-muluk. Kita ingin negara ini
dibangun berorientasi ke rakyat miskin dan karena jumlah kemiskinan banyak
itu tak pernah mau di hilangkan oleh partai-partai lama, malah hanya
dimanfaatkan untuk dapat suara, makanya kita bikin Partai Miskin supaya
suaranya satu. Untuk jadi presiden, lain lagi, perlu orang yang pintar
diplomasi dan berwibawah. Kalau saya jujur aja belum bisa, kita di parlemen
dulu saja. Kita pake batik saja pun batik murah, makan masih pake tangan,
bahasa inggris gak bisa, mau ngobrol dengan tentera gak bisa. Kita perannya
di pengawasan saja. Setuju?” Kata Pak Nowan menjelaskan ke rakyatnya.
Maka, walau parleman dikuasai orang-orang katrok bermuka hitam kumuh,
telapak tangan kasar dan bersendal butut, tetapi presiden tetap dari orang
kaya.
0 komentar:
Posting Komentar